Orde Baru adalah
sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru
menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia
berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang
merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang
kaya dan miskin juga semakin melebar.
Orde Baru
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun
sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara
berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan [[1998].
Politik
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan
secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari
jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru
memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan
menempuh kebijakannya melalui struktur Administratif
yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan
Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan
seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat
dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan Aspirasi
rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang
adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor
kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan
daerah.
Eksploitasi sumber daya
Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan
pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia.
Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun
1970-an dan 1980-an.
Warga Tionghoa
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967,
warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan
kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung
juga menghapus hak-hak Asasi mereka. Kesenian Barongsai
secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin
dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas china
indonesia terutama dari komunitas pengobatan china tradisional karena
pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat
yang hanya bisa di tulis dengan bahasa mandarin. Mereka pergi hingga ke
Makhamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung indonesia waktu itu memberi izin
dengan catatan bahwa china indonesia bejanji tidak menghimpun kekuatan
untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia. Untuk
keberhasilan ini kita mesti memberi penghormatan bagi Ikatan Naturopatis
Indonesia ( I.N.I ) yang anggota dan pengurus nya pada waktu itu
memperjuangkan hal ini demi masyarakat china indonesia dan kesehatan
rakyat indonesia. Hingga china indonesia mempunyai sedikit kebebasan
dalam menggunakan bahasa Mandarin.[rujukan?]
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah
Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa
Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer indonesia dalam
hal ini adalah ABRI meski beberapa orang china indonesia bekerja juga di
sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu
kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya
ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat
Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah
Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi
sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan
oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan
[rujukan?].
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi
memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan
dirinya.
Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
* perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
* sukses transmigrasi
* sukses KB
* sukses memerangi buta huruf
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
* semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
* pembangunan Indonesia yang tidak merata
* bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
* kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
* kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi
Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau
terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas
ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, Inflasi
meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran,
yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto.
Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan
diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa Bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan
sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era
Reformasi".
Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran
pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang
mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era
Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde
Baru".
Langganan:
Posting Komentar (Atom)